Kisah Beberapa Skenario Belanda Yang Ingin Membunuh Presiden Sukarno
Jakarta - Sejumlah kesaksian menyatakan pihak Belanda sejatinya "tak berniat" menawan Presiden Sukarno. Mereka justru ingin Sukarno mati.
Ketika pesawat-pesawat pembom Angkatan Udara Kerajaan Belanda beraksi di
atas Yogyakarta, rakyat pada umumnya dicekam ketakutan. Sunyi sepi
meliputi jalan-jalan, sementara beberapa gedung dan mobil terbakar
akibat tembakan senapan otomatis 12,7. Situasi yang sama juga dirasakan
oleh para penghuni Istana Negara.
"Desember 1948, Belanda menjatuhkan hadiah Natal tepat di atas cerobong
asap dapurku: Jam 5.30 pagi hari Minggu, tanggal 19 ..." ungkap Sukarno
dalam otobiografinya, Bung Karno, Penjambung Lidah Rakjat Indonesia
(disusun oleh Cindy Adams).
Begitu para prajurit Baret Hijau dari Korps Pasukan Komando menguasai
Istana, maka resmilah Sukarno beserta 150 pejabat tinggi RI lainnya
menjadi tawanan militer Belanda. Namun sesungguhnya, militer Belanda
'tak berniat' memelihara tawanan.
Mereka lebih menyukai Sukarno
melakukan perlawanan dalam operasi militer tersebut. Setidaknya itu yang
ada dalam benak Letnan Jenderal S.H. Spoor (Panglima Tertinggi KNIL).
"Mereka ingin Presiden Sukarno mati ..."ujar Sukotjo Tjokroatmodjo, eks
komandan salah satu system pasukan pengawal Presiden Sukarno saat itu.
Maulwi Saelan menyetujui pendapat Sukotjo tersebut. Dalam Kesaksian
Wakil Komandan Tjakrabirawa: Dari Revolusi 45 Sampai Kudeta 66, Maulwi
menyatakan kendati mendapat kemenangan besar dengan menguasai Ibu Kota
Republik Indonesia Yogyakarta, namun Spoor sangat kecewa ketika mendapat
laporan bahwa Sukarno berhasil ditawan.
Sebelumnya bagian intelijen militer Belanda melaporkan kepada Spoor,
jika Yogyakarta diserang maka kemungkinan besar Sukarno berserta
jajarannya akan langsung lari ke pelosok untuk memimpin perjuangan
gerilya.
Bahkan disebutkan: Sukarno-Hatta akan memimpin langsung perang
gerilya dari suatu Markas Besar Komando Gerilya di Dungus, sebuah tempat
yang terletak di kaki Gunung Wilis, Jawa Timur.
Lantas skenario pun segera dibuat secara cermat. Suatu device khusus
dari Brigade Marinir Kerajaan Belanda dan para prajurit terlatih dari
Brigade Putri Irene (yang memiliki pengalaman dalam pertempuran di
Normandia semasa Perang Dunia II) telah disiapkan untuk menyerbu Markas
Komando Gerilya itu.
"Rencana Spoor, Bung Karno dan Bung Hatta akan dieliminasi (dilenyapkan)
dengan dalih mereka terbunuh dalam kontak senjata ..."ungkap Maulwi. Kenyataannya, alih-alih bergerak ke Gunung Wilis, Sukarno-Hatta malah
membiarkan diri mereka ditangkap.
Itu jelas membuat jengkel Jenderal
Spoor hingga menurut Roeslan Abdulgani dalam surat kabar Merdeka, 30
Desember 1989, Spoor memerintahkan secara khusus kepada Kapten A.V.
Vosveld dari IVG (Dinas Rahasia Militer Belanda) untuk "memberi peluang"
sebesar-besarnya kepada Presiden RI jika memiliki gelagat akan
melarikan diri.
Skenario itu word play here lagi-lagi runtuh. Kendati tidak dikawal
secara ketat dan mobil jip dijalankan perlahan oleh Vosveld, Sukarno tak
terpancing untuk melarikan diri.
Maka lenyaplah dalih tentara Belanda untuk menembak mati Sukarno dalam perjalanan dari Gedung Agung-Lapangan Maguwo.
Roeslan sendiri mendapatkan informasi tersebut dari sebuah
dokumen laporan seorang perwira Belanda yang mengungkap rencana
pembunuhan tersebut. Dokumen itu, kata Roeslan, kini tersimpan di sebuah
museum Belanda.
Selain menembak mati, ada juga niat militer Belanda membunuh Sukarno
ketika sedang ada di udara. Dalam Zwolse Courant, 12 Mei 1998, Mr.
J.M.A. Hubert Luns (eks Menteri Luar Negeri Belanda) membuat suatu
pengakuan yang mengejutkan: ada rencana mereka akan melemparkan tubuh
Sukarno dari pesawat Dakota yang menerbangkan para tawanan ke Medan.
"Saya sempat berpikir untuk menyuruh orang melemparkan Sukarno dari
pesawat terbang ... Namun rasanya perbuatan itu tidak beradab ..."demikian pengakuan Hubert.
Komentar
Posting Komentar