Mengetahui Kisah Tentara Gurkha Yang Ditawan Geriliyawan Indonesia
Jakarta - Kisah Beberapa anggota pasukan Gurkha Rifles sempat ditahan para pejuang Indonesia di Jawa Barat. Salah satu dari mereka bahkan menolak dikembalikan ke pasukannya.
Pada tahun 1970-an, di Ciranjang (masuk wilayah Cianjur, Jawa Barat) tak
ada yang tak mengenal Mang Basin. Lelaki bermata sipit dengan badan
kekar dan wajah keras itu dikenal sebagai pedagang bilik (anyaman bambu
untuk dinding rumah tradisional) keliling.
"Menjelang meninggal pada 1990-an, dia sempat menjadi penjaga sekolah di
sebuah SD,"ujar Dayat, salah seorang penduduk Ciranjang yang sempat
mengenal Basin.
Basin bukanlah sembarang pedagang bilik. Sejatinya dia orang Nepal
yang pernah menjadi anggota Royal Gurkha Rifles (RGR) dari Batalyon 3/3
Divisi ke-23 The fighting Cock (Divisi Ayam Jago).
Desember 1945,
Container bersama rekan-rekannya ditugaskan untuk mengamankan jalur
sepanjang Cianjur-Bandung dari para gerilyawan Indonesia.
Akhir Maret 1946, Yon 3/3 Gurkha Rifles terlibat dalam pertempuran
ruthless dengan para gerilyawan Indonesia di tebing Ciranjang dekat
Sungai Cisokan. Korban pun berjatuhan di kedua belah pihak.
Lima tentara Gurkha menjadi tawanan perang termasuk Prajurit Basin.
"Mereka kemudian kami amankan di suatu tempat, tetapi kami perlakukan
secara manusiawi,"ujar Raden Makmur, eks gerilyawan Indonesia asal
Barisan Banteng Republik Indonesia (BBRI).
Lima bulan lamanya kelima tentara Gurkha itu menjadi tawanan pihak
Republik. Mereka kemudian dibebaskan dengan tukaran puluhan gerilyawan
Indonesia yang ditahan oleh militer Inggris.
Namun Basin menolak balik ke pasukannya. Dia memilih bergabung dengan pihak Republik. "Basin kemudian menjadi ajudan Wedana Ciranjang hingga perang selesai pada 1950,"ungkap Makmur.
Cerita soal tentara Gurkha yang tertawan juga terjadi di palagan
Cikampek. Ceritanya pada 21 November 1945, pasukan TKR dari Resimen V
Cikampek pimpinan Letnan Kolonel Moefreni Moe'min berhasil menghancurkan
satu peleton pasukan Gurkha Rifles, pengawal kereta api logistik dan
amunisi tujuan Bandung.
"Seorang letnan Inggris mati dalam kejadian itu. Tinggal enam Gurkha
yang masih hidup,"ungkap A.E. Kawilarang dalam Untuk Sang Merah Putih
(disusun Ramadhan KH).
Pihak Inggris berupaya mendapatkan kembali prajurit-prajuritnya yang
tertawan itu. Mereka kemudian mendesak pemerintah Republik Indonesia
untuk meminta tentaranya membebaskan keenam prajurit Gurkha Rifles
tersebut.
Akhirnya ditemukan jalan tengah: empat tawanan Gurkha itu bisa
dibebaskan asalkan ditukar dengan delapan tawanan-tawanan penting
Indonesia. Salah satunya adalah penyair Chairil Anwar. Usul jalan tengah
itu kemudian disetujui pimpinan tentara Inggris di Jakarta.
Pihak Markas Besar TKR menugasi Letnan Kolonel A.E. Kawilarang sebagai
wakil Republik yang mengurusi pertukaran tawanan tersebut. Dalam
otobiografi, Kawilarang melukiskan bagaimana pertemuan langsungnya
dengan para prajurit yang termasyhur selama Perang Dunia II itu.
"Waktu saya masuk ke ruang kepala Stasiun Jatinegara, saya disambut enam
tentara Gurkha itu yang langsung berdiri sambil serempak meneriakkan
kata "merdeka","kenang Kawilarang.
Rupanya selama dalam tahanan para pejuang Indonesia dari Resimen V
Cikampek, mereka belajar kebiasaan kaum Republik. Tentunya itu dilakukan
supaya mereka selamat.
Komentar
Posting Komentar