Sebuah Amanat Soekarno Kepada Ibrahim
Jakarta - RATUSAN foto hitam-putih milik almarhum Letnan Jenderal (Purn) Ibrahim Adjie itu berbicara banyak. Dari foto-foto tersebut, nampak tersua bukti betapa dekatnya hubungan antara Presiden Sukarno dengan Panglima Kodam Siliwangi ke-9 itu.
Rata-rata foto Adjie dengan Sukarno memperlihatkan
mereka tengah tertawa gembira atau sedang berdiskusi serius. "Hubungan antara Papi dengan Bung Karno itu sudah seperti anak dengan
bapak saja,"ungkap Bondol Ismail Adjie (74 ), putra tertua Ibrahim
Adjie.
Salah satu bukti kongkret kepercayaan Sukarno kepada Adjie adalah surat
yang berisi amanat dari sang presiden yang dikirimkan tiga hari usai
Gerakan 30 September beraksi. Selain Adjie, dalam surat berkop "Adjudan
Presiden" itu, Bung Karno pun menyebut juga nama Marsekal Muda (Udara)
R.H.A. Wiriadinata, Inspektur Jenderal Markas Besar Angkatan Udara
Republik Indonesia (Mabes AURI).
Anakda I. Adjie, Kodam VI
Harap kerdja-sama sebaik-baiknya dengan sdr.Wiriadinata, menjelamatkan
ADRI, AURI dan Revolusi. Kesalamatan AURI dan ADRI adalah mutlak-perlu
untuk menghadapi Nekolim
Bapak
Soekarno
3/10/65
Sebelumnya Ibrahim Adjie sendiri tak mengetahui adanya peristiwa di
Jakarta pada 30 September 1965. Padahal saat malam kejadian tersebut,
dia baru saja pulang dari Tokyo untuk mengantar sang istri Milica
Gavrilovic Adjie berobat. Dari Bandara Kemayoran, Adjie langsung pulang
ke Bandung.
"Papi itu memiliki kebiasaan tidak pernah mau menginap di Jakarta jika
tidak terpaksa sekali. Diusahakan selalu nginap di luar Jakarta. Mungkin
dia lebih nyaman ada di wilayah kekuasaannya sendiri,"ungkap Kiki
Adjie (71 ), putra kedua Ibrahim Adjie.
Kiki ingat Adjie dan Milica baru sampai di Jalan Wastukencana Bandung
(rumah dinas Panglima Kodam VI Siliwangi) lewat tengah malam. Paginya
dia sudah menyaksikan sang ayah kembali ada di ruangan tamu menerima
Kepala Staf Kodam VI Siliwangi Brigadir Jenderal H.R. Dharsono.
"Saat itu saya mau berangkat sekolah dan melihat mereka terlibat dalam pembicaraan yang sangat serius ..."kenang Kiki.
Sekilas Kiki masih sempat menangkap isi obrolan mereka. Singkatnya,
Dharsono melaporkan jika malam tadi (30 September 1965) telah ada upaya
kudeta di Jakarta.
Merasa tidak paham dan tidak berkepentingan, Kiki pun tidak serius menanggapi obrolan para petinggi Siliwangi
tersebut dan langsung pergi begitu saja menuju sekolahnya di kawasan
Jalan Sumatera.
"Saya baru kaget ketika siangnya pas pulang sekolah, rumah dinas Papi
sudah dijaga ketat dengan beberapa panser dan puluhan penjaga,"ujar
Kiki.
Beberapa hari setelah kejadian di Jakarta, Ibrahim Adjie membuat
keputusan untuk membubarkan PKI di Jawa Barat. Itu dilakukannya setelah
berdiskusi dengan Gubernur Jawa Barat Mashudi. Meskipun pembubaran
tersebut kemudian diikuti dengan aksi pengamanan orang-orang PKI, namun
itu dilakukan tanpa tindakan harsh seperti yang terjadi di Jawa Tengah,
Yogyakarta, Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara Timur.
Insiatif Adjie dan Mashudi ternyata membuat Bung Karno marah. Dia
menganggap tindakan pembubaran tersebut sebagai suatu tindakan yang
tidak bisa dibenarkan. Pembubaran suatu partai politik, kata Sukarno,
hanya bisa dilakukan presiden.
Tentu saja Adjie tidak langsung menerima kemarahan itu. Secara langsung
dia menyatakan kepada presiden jika tindakan tersebut perlu dan penting
untuk mencegah terjadinya pembantaian besar-besaran di Jawa Barat.
"Papi punya pendapat rakyat Jawa Barat itu sudah kenyang dengan
kekerasan selama 13 tahun berhadapan sama Darul Islam. Masa harus
ditambah lagi?" ujar Kiki.
Nyatanya apa yang dikatakan Adjie memang benar adanya. Menurut Nina
Herlina Lubis dalam 'Malam Bencana 1965', di Jawa Barat penanganan
terhadap para anggota PKI tidak berlangsung sampai berdarah-darah.
Karena itu Adjie malah mengusulkan kepada Bung Karno untuk secepatnya
membubarkan PKI secara nasional, Namun usul itu dianggap dingin saja
oleh Si Bung Besar.
"Ibrahim Adjie dan Mashudi berpikir bahwa kalau saja Bung Karno mau
membubarkan PKI waktu itu, maka pembersihan tanpa proses pengadilan itu
akan terhenti ..."ungkap Nina.
Komentar
Posting Komentar