Kisah Cerita Ketika Seorang Agen CIA Yang Berhasil Memasuki Istana Pada Masa Sukarno
Jakarta - Kegandrungan Bung Karno kepada perempuan cantik dimanfaatkan telik sandi Amerika untuk masuk Istana Merdeka.
Tiba-tiba saja Istana Merdeka berubah menjadi lebih bergairah. Berbagai
kegiatan seni digiatkan terutama pertunjukan tari. Bukan rahasia lagi
jika pada pertengahan 1965 itu, perhatian Presiden Sukarno tengah
tertuju kepada seorang mahasiswi Amerika Serikat yang mengaku tengah
meneliti kebudayaan Jawa di Indonesia.
"Namanya Pat Price,"ungkap Willem Oltman dalam bukunya Di Balik Keterlibatan CIA: Bung Karno Dikhianati?
Selain cerdas dan intelek, Pat merupakan seorang perempuan yang sempurna
secara fisik. Bukan hanya orang-orang biasa yang ada di Istana saja
yang mengatakan itu, namun juga seorang Guntur Sukarnoputra pun mengakui
kecantikan dan kemolekan gadis Amerika tersebut.
"... Kulitnya kuning, hidung mancung, mata biru semu hitam, rambut
hitam kecoklat-coklatan pekat, bibir merekah merah jambu ... Dengan
tinggi yang semampai (kira-kira) 170 centimeters, hanya satu kata yang
bisa kita lontarkan mengenai kecantikannya: perfect!"ungkap Guntur
dalam buku Bung Karno: Bapakku, Kawanku, Guruku.
Pat kali pertama muncul dalam hidup Sukarno pada awal 1965. Dalam suatu
kunjungan kenegaraan ke Mesir, toba-tiba dia mendatangi Sukarno di
resort tempat sang Presiden menginap. Setelah mengenalkan diri sebagai
seorang mahasiswi, dia menyatakan bahwa dirinya dalam waktu dekat akan
pergi ke Indonesia guna melakukan suatu penelitian budaya.
"Gadis itu mengatakan bahwa dia akan menulis sebuah buku dan minta
bantuanku,"ungkap Sukarno kepada Willem Oltmans, jurnalis Belanda yang
merupakan karib Si Bung Besar.
Sukarno tentu saja luluh dengan permohonan sang mahasiswi cantik itu.
Singkat cerita, sampailah Rub di Jakarta dan disambut baik oleh Bung
Karno. Kepada gadis muda tersebut, Bung Karno mengatakan bahwa dia akan
membantunya semaksimal mungkin.
Janji itu ditepati oleh sang presiden
dengan memberi Pat seorang pembantu perempuan untuk menemaninya kemana
word play here dia pergi.
Pat tidak menyia-nyiakan fasilitas dan sambutan baik dari Presiden
Republik Indonesia. Dengan gayanya yang supel dan manis, dia lantas
merambah ke dalam Istana Negara dengan menjadi kawan yang menyenangkan
bagi putra-putri Sukarno. Tentu saja itu membuatnya bisa secara bebas
keluar masuk Istana Negara.
"Kadang-kadang dia malahan ikut belajar menari dan lain-lain,"ungkap
H. Mangil Martowidjojo dalam Kesaksian tentang Bung Karno 1945-1967.
Pat dengan cepat langsung disukai Bung Karno dan orang-orang Istana.
Hampir tiap hari Mangil melihatnya berbicara akrab dengan Bung Karno.
Kepada para tamu Istana pun, dia memperlihatkan rasa hormat hingga tak
jarang para tamu pun merasa nyaman hanya sekadar ngobrol
sambil menikmati kopi pagi dengannya.
Menurut Guntur, sejatinya ayahnya itu sudah mulai memiliki perasaan
kepada Pat. Bahkan ketika suatu hari berbincang-bincang dengannya, Bung
Karno meminta 'pertimbangan' kepada Guntur bagaimana jika dia 'tinggal
di Istana' guna menemani adik-adiknya Guntur.
"Dia sudah menganggap adik-adikmu itu seperti adik-adiknya sendiri ..."ujar Sukarno. Guntur tidak mengiyakan atau menolak permintaan sang ayah. Dia meminta
waktu sebulan untuk mempertimbangkan hal tersebut. Bung Karno setuju
dengan permintaan itu.
Namun belum kata 'setuju' atau 'tidak setuju' keluar dari mulut Guntur,
peristiwa mengejutkan keburu terjadi. Saat Presiden Sukarno berkunjung
ke Pakistan, tiba-tiba dia 'diinterogasi' oleh Presiden Pakistan Ayub
Khan mengenai keberadaan seorang gadis Amerika di istana-nya.
"Ya memang ada. Dia kawan anak-anakku ..."jawab Sukarno.
"Apakah Bung Karno tahu betul, siapa gadis cantik itu sebenarnya?"tanya Ayub lagi.
"Ya saya tahu, dia anak yang baik. Ingin belajar menari, menyanyi dan berkesenian."
Mendengar jawaban Bung Karno itu, Presiden Ayub Khan lantas tersenyum.
Setelah diam sejenak, dia lalu berkata: "Saya mendengar informasi dari
intel saya mengenai gadis tersebut. Saya belum kenal, apa lagi
melihatnya. Saya tahu dari intel saya bahwa gadis cantik itu adalah agen
CIA ...".
Seperti disambar gledek di siang bolong, bukan primary terkejutnya
Sukarno mendengar informasi dari koleganya itu. Dia berkali-kali
mengucapkan terimakasih atas kebaikan Presiden Paksitan yang begitu
peduli kepadanya. Setelah sampai Jakarta, diam-diam Bung Karno
memerintahkan Soebandrio, kepala Badan Pusat Intelijen (BPI) untuk
memata-matai semua aktivitas Rub selama di Indonesia.
Benar saja, setelah dibuntuti berhari-hari, ternyata informasi intelijen
Pakistan itu tak keliru. Menurut cerita Sukarno kepada Oltmans,
kemana-mana gadis AS itu kerap memanfaatkan nama Presiden Sukarno dan
menyalahgunakan fasilitas yang diberikan oleh Istana Negara kepadanya
guna mendapatkan berbagai informasi penting.
"Dia menyalahgunakan bantuan saya dan keramahtamahan kami sebagai tuan
rumah, karena sebenarnya dia adalah mata-mata yang tidak sopan dan tidak
beradab,"curhat Sukarno kepada Oltmans.
Sukarno pun menyebut Pat Rate sering mengatur pertemuan dengan agen CIA
lainnya di tengah malam. Dia pun kerap menemui para anggota Kedutaan
Besar AS di Jakarta pada saat-saat yang tidak biasa dan di tempat-tempat
tidak biasa pula.
"Apa yang terutama menarik perhatian kami adalah beberapa kali dia
melakukan pertemuan terselubung dengan Atase Militer AS. Dia bahkan
berhasil masuk ke lingkungan tertinggi lembaga kemiliteran kami,"tutur
Sukarno.
Pat kemudian diusir dari Indonesia. Merasa kecolongan, Sukarno lantas
mengumpulkan para ajudan dan pengawalnya dari Resimen Tjakrabirawa.
Sukarno sangat marah, karena pengawal elite-nya itu tak mampu mencegah
seorang agen intelijen asing masuk ke lingkungannya.
"Intel kita kebobolan, juga intel Tjakrabirawa kebobolan ..."dampratnya.
Soal kebobolan intel CIA itu ternyata dibicarakan juga kepada Guntur.
Karena merasa tak pernah lagi melihat gadis Amerika itu di Istana, suatu
hari Guntur bertanya mengenai keberadaannya. Tentu saja anak sulungnya
itu ikut terperangah juga dengan berita tersebut.
"Bayangkan kalau Pak Ayub tidak beritahu Bapak, barangkali sekarang
Bapak sudah tidur liyer-liyer di ketiak CIA ..."ujar Bung Karno.
"Apek dong, Pak baunya?"canda Guntur.
"Aaaahhhh ... Belum tentu juga. Kalau secantik yang Bapak usir, Bapak
rasa keteknya ... Ndak apek-lah. Barangkali (malah) harummm ..."jawab
Bung Karno sambil bergurau.
Komentar
Posting Komentar